Peningkatan Kapasitas Sekolah falam Layanan Kolaboratif Anak Berkebutuhan Khusus Usia Dini

Gerakan menuju inklusi bagi anak berkebutuhan khusus baik di sekolah maupun di komunitas sudah dimulai lebih dari 20 tahun yang lalu. Tenggang waktu upaya mewujudkan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus dapat dilihat dari beberapa undang-undang yang mendasarinya seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat hingga sekarang diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Meskipun telah berjalan sekian waktu dengan peraturan perundang-undangan yang jelas, janji perwujudan inklusi terutama di sekolah belum sepenuhnya terwujud sebagaimana yang tertuang dalam perundang-undangan terlebih jumlah anak berkebutuhan khusus yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pelaksanaan pendidikan yang berkualitas untuk seluruh siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus juga tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) no. 4 yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua

PBB menyatakan prevalensi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia adalah 10 persen atau sekitar 4,2 juta jiwa anak usia sekolah (5-14 tahun) (BKKBN, 2013). Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah anak berkebutuhan khusus yang berhasil didata sekitar 1,5 juta jiwa (Putro Agus Harnowo, 2013). ABK juga berhak mendapat pendidikan sama seperti anak-anak lainnya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 1 telah menyebutkan Pengelolaan PK (Pendidikan Khusus) bagi mereka. Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Wujud formal dari pendidikan untuk ABK diselenggarakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI).

Penyelenggaraan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus baik di SLB maupun di SPPI tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah orang tua atau wali peserta didik, anggota keluarga yang lain atau semua orang yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah. Salah satu peran dan tanggung jawab masyarakat dalam menciptakan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran (LIRP) adalah membantu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah di lingkungannya. Identifikasi ini penting karena anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing secara individual. Identifikasi perlu dilakukan sedini mungkin mengingat prevalensi anak berkebutuhan khusus yang semakin hari semakin meningkat. Sensus 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45% (Depkes, 2014). Hasil identifikasi ini nantinya menjadi dasar untuk dilakukan asesmen.

Untuk menyikapi permasalahan di atas, kelompok dosen Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi menyelenggarakan workshop untuk guru dan orang tua serta masyarakat di sekitar sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan di SLB IT Alam Asatama pada tanggal 26-27 Juli 2023. Workshop hari pertama diikuti oleh orang tua siswa dan kader PKK dengan jumlah mencapai 60 orang. Materi hari pertama membahas dua topik, yaitu Identifikasi dan Penanganan ABK disampaikan oleh Ibu Dr. dr. Atien Nur Chamidah, M.Dis.St dan Kolaborasi Orang Tua dan Masyarakat dalam Pendidikan ABK disampaikan oleh Ibu Dra. Purwandari, M.Si.

Berbeda dari hari pertama, workshop hari kedua difokuskan pada peningkatan kapasitas guru. Di hari kedua ini, guru mendapatkan materi mengenai Asesmen Akademik dan Non Akademik yang disampaikan oleh Ibu Ernisa Purwandari, M.Pd dan Ibu Elya Marfu’atun, M.Psi. Selain itu, guru juga mendapatkan penguatan mengenai Penyusunan Program Berdasarkan Hasil Asesmen yang disampaikan oleh Bapak Prof. Dr. Suparno, M.Pd dan Ibu Dra. Nurdayanti Praptiningrum, M.Pd.

Di akhir workshop ini peserta workhop menyampaikan bahwa informasi yang diterima dari kegiatan ini membantunya untuk bisa lebih peka dalam melihat kondisi anak-anak di sekitarnya. Selain itu, peserta workshop menyampaikan bahwa ia jadi tahu bagaimana memberikan dukungan untuk tetangga ataupun saudara yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Kepala Sekolah SLB IT Alam Asatama, Bapak Ihsan Marvel Khoirullah, S.Pd, yang menyampaikan bahwa materi yang disampaikan dapat diaplikasikan langsung oleh guru-guru dalam melakukan asesmen kepada siswa dan merancang program pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus.

Penulis : Elya Marfu’atun