Kebudayaan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa Sebagai Pencapaian Indikator SDGs

Pulau Jawa merupakan pulau yang sangat padat penduduk. Kepadatan penduduk di Jawa
disebabkan karena Jawa mempunyai keistimewaan dalam menarik minat orang-orang di daerah untuk datang dengan berbagai macam tujuan yang berbeda. Terlebih lagi banyak penduduk dari daerah lain datang ke Jawa untuk belajar, mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi atau sekedar berkunjung dengan melihat hasil kebudayaan dari Masyarakat Jawa. Banyaknya pendatang di pulau Jawa menyebabkan daerah ini menjadi multietnis dan multikultural. Berbagai macam adat dan kebiasaan juga ditinggalkan oleh nenek moyang yang dahulunya datang ke tanah Jawa dengan berbagai kepentingan yang berbeda. Kekayaan warisan budaya yang ada di Jawa juga meninggalkan banyak nilai-nilai yang menjadi kearifan lokal dan bisa diambil nilai-nilai positif serta dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakatnya. Kebudayaan dan kearifan lokal pada masyakarat memiliki keterkaitan dengan matakuliah bimbingan dan konseling multikultural. Matakuliah bimbingan dan konseling multikultural ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan telaah secara multidisipliner, untuk menangani konseling yang berbasis budaya, berhubungan dengan kajian-kajian budaya, psikologi lintas budaya, dan konseling lintas budaya, kepekaan-kepekaan (sensitivitas) budaya, bias-biasa (basis) budaya, hubungan antara konselor dengan konseli sebagai sebuah variabel dalam konseling lintas budaya, hambatan-hambatan (barriers) budaya, perjumpaan (interface) budaya, pendekatan-pendekatan perilaku (behavioral) dalam konseling lintas budaya, menganalisis paradigma baru bimbingan dan konseling multikultural, pengembangan kompetensi bimbingan dan konseling multikultural. Matakuliah ini diharapkan mampu menelaah isu-isu multikultur yang terkait dengan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam konteks pendidikan untuk layanan bimbingan dan konseling.

Matakuliah bimbingan dan konseling multikultural ini penting untuk membantu konselor dalam menerapkan wawasan keilmuan bimbingan dan konseling berbasis multikultural dan komprehensif yang melandasi perilaku profesional dalam penyelenggaraan layanan dan pengembangan bimbingan dan konseling dalam berbagai setting layanan (formal, informal, nonformal/kemasyarakatan). Salah satu ketercapaian matakuliah ini yaitu mampu mencapai indicator SDGs. Salah satu indikator yang dapat dicapai adalah kesetaraan gender. Kesetaraan gender (Gender Equality) merupakan indicator SDGs ke lima. Kesetaraan gender memiliki arti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan dalam suatu negara. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Ketika mempelajari kesetaraan gender secara tidak langsung juga akan mengkaji kearifan local. Pada kegiatan workshop bertajuk “Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) dari Pakaian Tradisional Keraton Yogyakarta” dengan pemateri Dr. Agus Basuki, M.Pd. Beliau menyampaikan konteks diskusi terkait pentingnya memiliki kepekaan terhadap latar belakang budaya konseli. Beliau menekankan bahwa kearifan lokal sangat identik dengan kebudayaan suatu daerah atau tempat dimana terdapat masyarakat yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang secara turun temurun diakui dan dilaksanakan sebagai sebuah tradisi serta meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal yang membawa kemanfaatan. Dengan kegiatan ini mahasiswa dapat belajar tentang kesetaraan gender ketika dikaji melalui kearifan lokal dan mendalami melalui penelitian. Wawasan mahasiswa akan semakin kompleks dan komprehensif.